Kamis, 19 Maret 2009

Kakakku Tersayang

Dalam hatiku sambil penuh pertanyaan, kenapa bisa begitu pucat. Badan yang dulu gemuk sekarang kurus tinggal tulang. Yang kuingat dulu wajahnya berserih berubah menjadi kurus terlihat lekukan pipinya aku jadi takut. Aku lihat dia dan dia lihat aku dengan tanpa senyum serta menjadi memelas sekali. Kasihan dan kasihan aku dibuatnya.
Kakak memang seorang perumpuan penuh dengan perjuangan, hidup susah, sabar, tekun, berani, pandai, taat pada keluarga dan Tuhannya serta dari kecil sudah diasuh oleh tante (adik perempuan papa). Dari kecil pula dia memiliki wajah yang cantik. Hitam hitam manis semua pria menyebutnya begitu. Tante kebetulan tidak menikah dan tentunya tidak memiliki anak, karena kebetulan tante ikut bekerja di perfilman maka kakak sedikit mengenal dunia itu. Wah banyak juga pria-pria yang mengejar-ngejar dia, tetapi akhirnya kakak menikahi seorang pria salah seorang nahkoda kapal pesiar.
Pernikahan beliau dengan pria itu sangat sulit dari segi ekonomi dan selalu berpindah-pindah rumah kontrakkan serta serba kekurangan. Pernikahan ini sebenarnya kurang mendapat restu dari kedua belah pihak orang tua masing-masing. Juga lama mendapatkan keturunan, sudah berobat kemana-mana tetapi belum juga berhasil. Setelah tunggu 7 tahun (kurang lebih) mereka akhirnya di karunia seorang anak perempuan. Anak itu diberi nama Marta. Anak berikutnya setelah Marta yaitu Dessy, dan ketiga diberi nama Viana sedang yang terakhir adalah Lia. Suaminya sangat mengharapkan anak laki-laki, tetapi selalu gagal maka terus coba sampai keempat. Setelah anak keempat diputuskan oleh mereka bahwa kakak akhirnya disteril.
Kehidupannya makin susah karena dia harus urus dan besarkan anak-anak menjadi orang yang berguna bagi keluarga dan bangsa nantinya. Pekerjaan cuci pakaian, masak untuk makanan sehari-hari, nyapu dan ngepel rumah atau bersih-bersih kakak lakukan sendiri karena suami hampir tidak pernah ada dirumah harus tugas belayar. Suami jika pulang hatinya sangat senang sekali karena urusan urus anak-anak bisa dilakukan oleh suami. Hasil kerja dari belayar sangatlah besar, dihitung-hitung mereka dapat membeli rumah yang besar. Uangnya juga bisa biaya hidup dia dan 4 anaknya selama setahun termasuk sekolah.
Suaminya sangat penuh perhitungan dan semuanya uang dihitung. Pernah saya lihat dan dengar sendiri didepan saya mereka bertengkar gara-gara ada selisih uang seribu rupiah (tahun 1984). Sang suami sampai-sampai ingin membakar semua uang (dalam hitungan 4 juta rupiah). Saya jadi jengah sekali dan sangat tersinggung. Hati saya marah dan ingin ikutan maki suaminya, tetapi tidak berani takut tambah ramai dan urusan tidak selesai. Saya tahan.
Kenapa saya marah?. Karena saya tahu mereka baru pulang kampung kakak, yaitu di daerah timur. Jauh sekali kampung kakak 2 hari 1 malam baru sampai naik kereta (tidak seperti sekarang bisa 9 jam). Takut uang dihambur-hamburkan oleh kakak dikasih ke adik-adiknya yang dikampung (termasuk saya mungkin) maka pertengkar itu terjadi. Akhirnya selisih itu ditemukan yaitu dibelanjakan sesuatu yang tidak tercatat, tetapi pertengkar sudah sempat didengar oleh semua tetangga dan saya. Malu kan jadi anak dan adik ini.
Sangat sulit hidupnya, sampai-sampai waktunya untuk urus-urus anak – anak dan masak untuk keluarga harus dia bagi membuat kue untuk dijual. Bangun pagi-pagi sekali membuat kue dan mengantar ke warung-warung dan toko untuk titipkan dijual. Sore hari dia datang untuk mengambil uang penjualan di waung-warung dan tokok tersebut. Dia lakukan itu karena suami sudah tidak bekerja lagi dan agar mempunyai uang saku sendiri. Sakit tidak gubris dan dirasa, hari-harinya hanya untuk kerja cari uang dengan mebuat kue, antar anak sekolah, jemput anak sekolah dan semua pekerjaan rumah selalu dikerjakan tanpa mengeluh. Penyakit bertambah tanpa dirasa hingga dia vonis mengidap penyakit kanker payu dara.
Malang kakak sungguh malang dia, kesusahan kakak rasakan tetapi begitu anak-anak sukses satu persatu dia tidak merasakan. Lengkap sudah penderitaannya didunia ini karena untuk berobat kanker tersebut ongkos beobatnya menunggu yang gratis. Tentunya pendaftaran dan antrian yang sangat lama untuk mendapatkannya. Hempusan dan tutup mata yang terakhir di rumah sakit harapan kita.
“Kenapa kakak datang kerumah ini, bukannya sudah enak tinggal disana?
“Tidak enak disana adikku” Jawab kakak kepadaku. “Disana banyak orang yang jahat, galak-galak dan makan aja sering diambil”
“Aku sering dipukuli disana!” katanya lagi.
Dalam hatiku bukannya kakak ditinggal disurga, tempat para malaikat-malaikat dan para rasul berada. Tentunya sangat menyenangkan penuh tawa, lagu-lagu ceria, pujian disana-sini, makanan banyak, minuman banyak dan yang indah-indah serta semuanya mebawa kebahagiaan dan kedamaian dihati pikirku seterusnya. Wah dimana yah dia tinggal sekarang…. Apa disana lebih membuat dia menderita, susah, kurus, sakit, panas (lebih panas dari tempat sauna) sehingga lebih kurus. Kakak tinggal apa di padang gurun sehingga tidak ada tanaman dan sayuran pikirku lagi. Melamun aku dibuatnya diatas tempat tidur sambil duduk dan melirik keanakku yang sedang sakit panas. Oh aku bermimpi tentang kakakku yang meninggal satu tahun yang lalu.
Aku berkesan bahwa meninggal itu belum tentu enak dan terhindar dari semua permasalahan, kakak hidup menderita di dunia harus hidup tersiksa juga setelah meninggal. Didunia dia masih bisa mencari uang untuk beli makan sedang disana makanannya sering diambil. Didunia masih dapat tertawa disana dia tidak dapat lagi. Baik atau buruknya kelakuannya didunia sehingga menerima kelakuan seperti itu, aku tidak tahu yang tahu tentunya yang diatas sang pencipta. Kita semua akan lalui itu semua tak kecuali siapakah diri kita.

Senin, 16 Maret 2009

KAKAKKU TERSAYANG

Pada tanggal 12 menuju ke 13 Maret 2009 tengah malam aku terbangun dikagetkan dengan hadirnya saudara perempuan saya bernama Mer.

“Kamu pucat sekali kak!?” Tanyaku

“Iya” jawabnya seadanya

Lanjutkan

Selasa, 03 Maret 2009

Melindungi Istri, tanpa diketahui

Tanggal 1 Maret 2009, saya dan keluarga datang ke MKG (Mal Kelapa Gading) tujuan kami adalah membeli hadiah Ulang Tahun anak teman istri. Setelah mencari tempat parkir dengan susah akhirnya kami mendapatkannya di B1. Masuk ke mal melalui eskalator menuju lantai G.

Dilantai G kami melewati Paper store dan melihat stand pameran (promosi) kompor (alat - alat rumah tangga) merk AOWA. Singga disana melihat-lihat dan mendengar informasi yang diberikan oleh SPB (sale promotion boy) tentang Harga dan produk yang ditawarkan. Dan kebetulan kami berencana akan menempati sebuah Apartemen di Gading Nias tahun depan, nah apa salahnya kami mencari informasi tentang kebutuhan rumah tangga yang sesuai dengan minimnya ruangan di apartemen.

Istri saya sangat senang melihat fisik kompor listrik. "Apa ada alat untuk membuat nasi tim, mas" istri menanyakan. Dua orang SPB sibuk mencarikannya "Apa seperti ini ibu" kata SPB yang berbadan kecil kurus. "Bukan, yang bisa membuat nasi tim, merebus kue atau siaomay, yang berssusun." kata istri.
"Oh yah saya tahu alat itu" kata SPB yang kurus tinggi. Dia lalu pergi berlari, dan tak dalam hitungan menit dia sudah datang dan membawah satu alat rebus lengkap.
"Nah alat memasak ini pasti yang ibu cari" katanya. "Yang ini untuk merebus, airnya diletakkan disini. Sedang nasi timnya diletakan di tempat yang berlubang".
"iya alat ini bagus sepertinya" kata saya.
Istri saya berkata "Mas, saya ragu apa alat ini yang pernah saya lihat di rumah sepupu saya di Surabaya" "Sebentar saya telepon dulu ke Surabaya"
"Iya alat ini bagus sekali ibu sangat banyak orang yang memakainya" kata SPB kurus kecil
"Betul ibu, sayang sekali kalau ibu tidak beli karena ada promosi nih" kata SPB kurus tinggi
"Berapa mas, harganya?" tanya saya.
"Rp. 4,8 juta pak" kata SPB kurus tinggi
Saya hanya diam dan tidak yakin dengan harga yang diberikan. Hati saya berkata harganya terlalu tinggi.
"Kalau kompor listrik itu berapa mas? tanya saya
"Kalau kompor ini terbuat dari bahan keramik yang cukup berkualitas, maka harganya Rp. 7 juta lebih pak" kata SPB kurus kecil.
"Wah, mahal juga yah" Cetus saya.

"Ayo Mam, kita pergi cari kado aja" ajak saya ke istri.
Istri saya masih berbincang-bincang dengan sih SPB dan saya berlalu dengan anak saya. Lama juga saya menunggu istri tidak juga beranjak pergi dari mereka. 10 menit kemudian masih berbincang-bincang belum ada prubahan, baru berikutnya istri saya dipanggil oleh SPB kurus tinggi.

"Ibu dapat hadiah undian kompor listrik" kata SPB kurus tinggi
"Wah asyik sekali ibu, hanya 50 orang loh. Ibu orang ke 20" kata SPB kurus kecil sambil ketawa.
Istri sangat senang dan bangga, beruntung sekali hari ini dapat hadiah kompor listrik (dalam hati yang sedang diidam-idamkan). SPB mebawah istri saya ke meja tempat transaksi lalu diajaklah ngobrol dan ada satu SPG (girl) yang ikut nimbrung ("atau atasannya kali" pikir saya). Saya penasaran kenapa istri begitu ceriah dan gembira saya datang mendekat dan mendengar apa yang diobrolkan.
"ibu dapat hadiah kompor listrik dan ditambah satu set magic cooker (alat rebus/masak sayur serba guna), jika ibu membeli salah satu barang dari daftar disini" SPG sambil menujuk ke buku.
"Ini ada ion water, murah dan mudah dipakainya" kata SPG melanjutkan
"Berapa harganya?" tanya istri
"7 juta lebih, ibu" kata SPG
"Wah mahal, tapi saya tidak membutuhkannya tuh" kata istri
"Kalau ini bagaimana?" SPG membawah 1 set alat memasak membuat daging menjadi lunak
Istri menjadi tertarik.
"Bagaimana ibu?"
"Berapa harganya" kata istri
"Rp. 6.980.000,00" kata SPG
"Mahal yah" kata istri
"Gampang ibu bisa dicicil dengan Easy Pay CitiBank" kata SPG dan SPB berbarengan
"Pakai bank Mega 6 bulan nol persen" kata SPG
Istri sangat berminat dan lupa bahwa itu semua rayuan dari SPG dan SPB. Tanpa konsultasi dengan saya untuk diskusi perlu atau tidaknya membeli barang itu semua. Dikeluarkannya kartu kredit BCAnya, dan langsung dengan cepat diambil dari tangan istri oleh SPB untuk digesek ke alat transaksi elektronik. SPG dan petugas kasir berkali-kali melakukan proses aproval ke bank tidak sukses (gagal).
"Ibu maaf, ada kartu kredit yang lainnya" kata SPG
"Pap, pakai kartu kredit kamu aja" kata istri
"Ok, pakai yang Citibank aja. Tapi caranya saya ingin yang cicilan selama 3 tahun" kata saya
"Wah tidak kelamaan itu pak" kata SPG
"Pakai aja yang lainnya aja pak" kata SPG.
Dalam hati saya memaksa sekali ini orang, suka - suka saya mau pakai yang mana. Pura-pura berpikir dan menghitung dan dengan tegas saya berkata "Ini kartu kredit saya, dan pakai cicilan 36 bulan" kepada SPG itu saya serahkan kartu kredit.
Saya merasa curiga dengan bentuk proses transaksi yang jauh dari saya, maksudnya alat elektronik bank bersangkutan sangat jauh dari meja kami. Akhirnya saya datang ke kasir, ternyata sudah selesai. (istri tidak mengetahui segala apa yang sedang saya pikirkan, kuatir, takut dan kecewa ama istri serta ingin melindunginya)
"Ini pak, untuk di tanda tangani" kata SPG
Saya lihat struk transaksi kartu kredit yang disodorkan tidak tertera angka atau nilai cicilan perbulan, yang tertera adalah total harga barang yaitu Rp. 6.980.000,00. Pikiran saya langsung bekerja dengan cepat. Nah ini kesempatan saya untuk membatalkan transaksi tersebut dan menyelamatkan istri.
"Saya tidak suka dengan cara anda, tadi anda bicara katanya bisa cicilan, kenapa ditulis 6,980 juta. Saya tidak suka dan tidak terima ini" kata saya sambil membentak dan bicara agak keras. Banyak SPG dan SPB datang kemeja bersangkutan karena suara dari saya yang sangat kencang.
SPG menjelaskan bahwa itu bisa dikonfirmasi ke banknya, tetapi saya masih ngotot dan bahwa saya tidak menerima penjelasan didepan sebelum transaksi berlangsung oleh mereka. Ramai-ramai makin ramai SPG dan SPB berdatangan karena suara saya makin keras (istri mungkin malu dengan cara saya), dan banyak orang yang nonton.
Akhirnya satu orang SPB yang tidak sabaran ngomong "yah udah batalin aja, kalau ga mau konfirmasi ke bank"
"Ok, batal aja deh mas" kata saya. Istri saya jadi malu dan berubah warna mukanya.
Saya lalu mengajak istri untuk segera berlalu dari tempat promosi AOWA tersebut dan mejelaskan ke istri sambil mengajak minum kopi di expresso.
"Kamu masih belum membutuhkannya saat ini kan mam?" kata saya kepada istri
"Masih 1 tahun lagi, nanti setelah 1 tahun kita akan pergunakan. Jika beberapa kali kemudian rusak dan garansi sudah habis karena lewat 1 tahun, bagaimana mam. Sayang kan uang kita"
Istri masih cemberut dan sedikit marah.
Tetapi disini diluar proses saya melakukannya dengan cara yang salah (yaitu membuat keributan dlsb), saya merasa bahwa saya telah melindungi istri dari godaan membeli barang yang belum perlu. Barang elektronik sangat sensetif jadi jika ingin memiliki harus jelas bagaimana purna jualnya, apakah spare part nya tersedia dipasar atau tidak.